Kamis, 26 Desember 2013

Sukarno di Mata`Sang Pemberontak`

Sukarno di Mata`Sang Pemberontak`Jakarta Sejak awal 1957, koran-koran kiri seperti Harian Rakjat dan Bintang Timur sering merilis berita soal Sumitro Djojohadikusumo. Isinya: tuduhan bahwa ahli ekonomi dan politisi Partai Sosialis Indonesia (PSI) itu terlibat korupsi.

Ayah Prabowo Subianto itu diperiksa Corps Polisi Militer (CPM). Usai pemeriksaan kedua, 6-7 Mei 1957, ada desas-desus Sumitro akan ditahan. Ia segera mengambil sikap: tak mau ditahan. Ia menuju Sumatera, bergabung dengan aktivis-aktivis daerah.

"Keputusan ini saya ambil sebagai putra Indonesia yang dengan tulus ikhlas dan pertimbangan-pertimbangan murni...Saya merasa gembira sekali telah lepas dari jaringan setan penahanan rezim Sukarno ini," tulis Sumitro dalam surat yang ia kirim dari Sumatera pada 1 Juni 1957.

Pada masa itu, sejumlah pemimpin daerah galau. Mereka tak puas dengan kebijakan Jakarta yang dianggap menganaktirikan daerah. Makin resah setelah Mohammad Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden pada 1 Desember 1956.

Klimaksnya jatuh pada 15 Februari 1958. Di Padang, diproklamasikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Dibentuk juga kabinet yang dipimpin Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan. Sementara, Sumitro ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran.

Presiden Sukarno saat itu tengah berada di luar negeri. Sempat menahan diri dan coba berkonsultasi dengan Hatta, Sukarno akhirnya meledak. Ia menyatakan akan menempuh tindakan "tegas dan dengan segala kekuatan yang ada" untuk memberangus PRRI.


Bos PSI, Sutan Sjahrir, mengutus beberapa kader partai untuk membujuk Sumitro agar kembali ke Jakarta. Namun, sia-sia. Sumitro justru "berkelana" ke Singapura, Saigon, dan Manila.

Tekad Sumitro sudah bulat. Ia mau melawan pemerintahan Sukarno. PSI jadi serba salah, takut dikaitkan dengan PRRI. Maklum, Sumitro adalah kader penting partai tersebut.

Kekhawatiran itu menjadi kenyataan. Pada Agustus 1960, Sukarno membubarkan PSI dan Masjumi dengan alasan terlibat pemberontakan. Sjafruddin Prawiranegara (dan sejumlah tokoh lain) adalah kader Masjumi.

Ketika 2 partai itu dibubarkan, konflik bersenjata telah meletus. Amerika Serikat diyakini juga membantu persenjataan, bahkan personel, ke PRRI.

Sukarno memberi isyarat bahwa pemberontak mungkin diampuni. Syaratnya, meminta maaf dan mengakui Sukarno sebagai "Pemimpin Besar." Sumitro tidak mau. Ia terus mengembara, membawa istri dan anak-anaknya.

Sumitro baru bisa kembali ke Indonesia setelah Sukarno jatuh. Di era Orde Baru, ia kembali berkiprah sebagai salah seorang arsitek perekonomian.


Dalam buku Jejak Perlawanan Begawan Pejuang, Sumitro dinyatakan tak punya dendam pada Sukarno. Padahal, ia pernah bertahun-tahun dikejar aparat rezim Sukarno dan mesti berpindah-pindah tempat.

Dari sudut pandang kelahiran 29 Mei 1917 itu, Sukarno telah mempersembahkan 2 hal penting bagi rakyat Indonesia.

  • Pertama, Sukarno berhasil membentuk keutuhan nasional.
  • Kedua, Sukarno adalah seorang aktor politik yang cerdas. Dengan sadar, ia tak memilih bahasa Jawa melainkan bahasa Melayu sebagai lingua franca.

"Maka tidak diragukan bahwa Presiden Sukarno adalah pahlawan dan saya sangat menghormatinya," ujar Sumitro yang pernah beberapa kali menjadi menteri pada 1950-1956 ini kepada The Business Times.

Saat diwawancarai TEMPO (1999), Sumitro pun menyatakan, hubungannya dengan Sukarno baik-baik saja.

"Saya tidak pernah menjelek-jelekkan Bung Karno, tidak satu kata pun, walau saya tahu Bung Karno menghujat saya. Bagi saya, dia ''Pemimpin yang Besar", bukan ''Pemimpin Besar". Dia jenius dalam politik, dan menyatukan negara ini. Dia luar biasa," ujar sosok yang kelak dijuluki 'Begawan Ekonomi' ini.

Menurut Sumitro, pihak yang menginginkan penangkapannya adalah Partai Komunis Indonesia. "Saya mendapat berita dari intelijen saya sendiri bahwa Politbiro PKI menganggap Sumitro sebagai salah satu musuh besarnya sehingga harus dimusnahkan.

Pada masa itu, Sukarno memang mulai bermesraan dengan PKI--sesuatu yang fatal bagi kekuasaannya pada 1965.(Yus)

  Liputan 6 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...